Sebuah operasi besar yang digelar Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Barat berhasil mengguncang jaringan narkotika lintas negara. Dalam pengungkapan yang dirilis pada 16 Oktober 2025, aparat menyita 17,6 kilogram sabu, 19,5 kilogram ganja, dan senjata api ilegal—menandakan skala peredaran yang sudah bukan lagi kejahatan jalanan, melainkan sindikasi kriminal terorganisir tingkat tinggi.
Bandung, Jabar | Kasus ini bukan sekadar penangkapan, tapi tamparan keras terhadap jaringan narkoba yang selama ini menyusup hingga ke dalam sistem lembaga pemasyarakatan.
Jaringan Internasional & Lokal: Dari Golden Triangle ke Lapas Nusantara
Investigasi mendalam mengungkap, jaringan ini bergerak dari Cina dan Malaysia menuju Indonesia, membawa sabu dengan kualitas “grade premium” yang berasal dari kawasan Golden Triangle, wilayah yang dikenal sebagai segitiga emas perdagangan narkotika dunia.
Sebanyak tujuh tersangka—berinisial RD, D, RKA, JW, AEN, DAA, dan S—diamankan dalam serangkaian operasi di empat lokasi lintas provinsi yaitu Sukabumi (24 September 2025), Gerbang Tol Kalikangkung, Semarang (1 Oktober 2025), Surakarta (2 Oktober 2025) dan Citeureup, Kabupaten Bogor (4 Oktober 2025)
Modusnya licik dan penuh tipu daya: sabu dikemas menyerupai teh Cina, bahkan ada yang disamarkan dalam popok bayi dan plastik pembalut wanita. Dari tangan mereka, polisi menyita total 17.657,78 gram sabu dan 34 butir ekstasi (inek).
Dari Aceh ke Bandung: Jalur Ganja Lokal Tak Kalah Aktif
Di sisi lain, Satresnarkoba Polres Bogor dan Polrestabes Bandung juga memutus rantai peredaran ganja asal Aceh.
Dua tersangka, ID dan MF, kedapatan menyimpan 15,5 kg ganja, sementara tambahan 4 kg lainnya disita dalam operasi terpisah di Bandung. Total ganja yang berhasil diamankan mencapai 19,5 kilogram.
Senjata Api Kaliber AK-47 & Ancaman Nyata bagi Aparat
Temuan senjata api rakitan beserta peluru tajam kaliber 7,62 mm (peluru AK-47) menjadi alarm bahaya tersendiri.
Menurut Dirresnarkoba Polda Jabar Kombes Pol. Albert RD., S.Sos., S.I.K., M.Si., temuan ini menunjukkan bahwa para bandar tak hanya bermain di ranah bisnis haram, tetapi juga siap melakukan perlawanan bersenjata terhadap aparat.
“Ini bukan lagi sekadar bisnis gelap. Ini ancaman langsung terhadap kedaulatan hukum dan keamanan negara,” tegasnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) Jo. Pasal 112 Ayat (2) Jo. Pasal 132 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman mati, seumur hidup, atau 20 tahun penjara, serta denda hingga Rp10 miliar.
Jejak di Balik Jeruji: Lapas Masih Jadi Pusat Kendali?
Fakta yang tak kalah mencengangkan, sebagian jaringan ini ternyata masih dikendalikan dari dalam Lapas. Fenomena ini memperkuat dugaan publik bahwa lemahnya pengawasan dan dugaan kongkalikong di balik jeruji telah membuka celah bagi sindikat narkoba untuk terus beroperasi, bahkan saat pelakunya sudah dihukum.
Polda Jabar memastikan akan memperkuat koordinasi dengan Kemenkumham guna menutup semua jalur komunikasi dan distribusi yang melibatkan oknum di balik dinding penjara.
Pesan Tegas: Negara Hadir, Negara Tidak Boleh Kalah
Konferensi pers di Mapolda Jabar ditutup dengan pernyataan keras dari Kombes Pol. Albert RD, “Negara hadir. Negara tidak boleh kalah dari jaringan narkoba.”
Sebuah kalimat yang menggema seperti peringatan — bukan hanya bagi para bandar, tapi juga bagi lembaga dan aparat yang lalai menutup ruang bagi kejahatan luar biasa ini.
Pengungkapan besar ini membuka fakta bahwa peredaran narkoba di Indonesia tidak lagi berdiri sendiri, tapi berjalin dengan jaringan lintas negara dan kelemahan internal sistem hukum. (***)













